Jumat, 10 Februari 2012

PERSAMAAN GENDER DALAM KACAMATA AGAMA DAN BUDAYA


Kesetaraan gender telah menjadi wacana publik, terutama bila menyangkut masalah hak, status, dan kedudukan perempuan. Masalah ini tidak hanya menjadi masalah di Indonesia saja, tetapi juga negara-negara modern di Eropa dan juga Amerika Serikat. masalah diskriminasi perempuan pun masih saja tetap muncul sampai sekarang.
            Meskipun masalah kesetaraan gender telah menjadi wacana yang luas, namun dalam realitanya masih banyak perempuan yang mengalami diskriminasi. Oleh karena itu, perhatian yang lebih untuk masalah ini masih tetap dilakukan. Sebab, tantangan yang dihadapi perempuan tidak hanya datang dari perspektif agama saja, tetapi juga budaya. Dalam pemahaman yang sempit tentang ajaran agama, Kedudukan kaum perempuan tidak setara dengan laki-laki. Demikian pula dalam budaya tertentu, perempuan menempati kedudukan yang rendah dalam masyarakat.
             Dari sudut agama Islam misalnya, Islam memiliki pandangan yang khas dan berbeda dalam melihat dan menyelesaikan masalah perempuan. Termasuk di dalam memandang hakikat politik dan kiprah politik di dalam masyarakat Hal ini terkait dengan pandangan mendasar Islam tentang keberadaan laki-laki dan perempuan di dalam bermasyarakat. Sebagaimana kita ketahui, Islam memandang perempuan pada hakikatnya sama dengan laki-laki, yakni sama-sama sebagai hamba Allah yang memiliki akal, naluri dan kebutuhan fisik. Sedangkan dalam konteks mayarakat, Islam memandang bahwa keberadaan perempuan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan oleh laki-laki. Keduanya diciptakan Yang Maha Kuasa untuk mengemban tanggung jawab menjalani kehidupan ini sesuai kehenadak Allah sebagai pencipta dan pengatur makhluk-Nya (QS. 9:71, 51:56).
            Islam telah memberi aturan yang lebih rinci berkenaan dengan peran dan fungsi masing-masing dalam menjalani kehidupan ini. Adakalanya sama dan adakalanya berbeda. Hanya saja perbedaan dan persamaan pada pembagian peran dan fungsi masing-masing ini tidak bisa dipandang sebagai kesetaraan atau ketidaksetaraan gender. Pembagian tersebut semata-mata merupakan pembagian tugas dalam upaya mewujudkan kehiduan bermasyarakat.
Karena adanya implementasi yang salah dari ajaran agama tersebut yang di sebabkan oleh pengaruh faktor sejarah, lingkungan budaya dan tradisi yang patriarkat di dalam masyarakat, sehingga menimbulkan sikap dan perilaku individual yang secara turun-temurun menentukan status kaum perempuan dan ketimpangan jender tersebut. Hal inilah yang kemudian menimbulkan mitos-mitos salah yang disebarkan melalui nilai-nilai dan tafsir-tafsir ajaran agama yang keliru mengenai keunggulan kaum lelaki dan melemahkan kaum perempuan.
Menurut D.R. Nasaruddin Umar dalam "Jurnal Pemikiran Islam tentang Pemberdayaan Perempuan" (2000), Setidaknya ada dua pandangan dasar yang menyebabkan munculnya ketidakadilan terhadap perempuan. Pertama, keyakinan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, sehingga perempuan dianggap sebagai mahluk kedua yang tidak akan mungkin ada tanpa kehadiran laki-laki. karenanya keberadaan perempuan hanya sebagai pelengkap dan diciptakan hanya untuk tunduk di bawah kekuasaan laki-laki. Kedua, keyakinan bahwa perempuan sebagai sumber dari terusirnya manusia (laki-laki) dari surga, sehingga perempuan dipandang dengan rasa benci, curiga dan jijik, bahkan lebih jauh lagi perempuan dianggap sebagai sumber malapetaka bagi umat manusia
Demikian pula halnya dengan kontruksi budaya kita yang masih bersifat partiarkhi.  Munculnya diskriminasi terhadap perempuan biasanya dipengaruhi oleh keadaan dan adat istiadat masyarakat setempat, baik sosial maupun ekonomi termasuk untuk tujuan politik. Kultur patriarkhi ini secara nyata turut mengambat proses perjuangan kesetaraan gender di tengah kehidupan bermasyarakat. Dalam kondisi tertentu perempuan seringkali dianggap sebagai warga negara kelas dua. Dalam masyarakat jawa misalnya, perempuan seringkali digambarkan sebagai “konco wingking”. Artinya, perempuan hanya ikut laki-laki, sehingga tidak memiliki daya tawar yang kuat dalam suatu rumah tangga.
Salah satu upaya penting untuk paling tidak meminimalkan diskriminasi perempuan yaitu dengan mendekonstruksi kembali budaya kita yang masih bersifat partiarkhi. Adapun pelaksanaannya bisa dimulai dari lingkup yang paling kecil yaitu keluarga. Melalui keluarga inilah kita dapat membentuk sikap kesetaraan antara laki-laki dengan perempuan. Komitmen terhadap proses kesetaraan gender kemudian diperluas melalui kehidupan bernegara. Pemerintah sebagai penyelenggara negara memberikan perlindungan, perlakuan dan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan.
Dalam keadaannya sekarang ini yang terdiskriminasi, maka perempuan harus menyadari bahwa ini bukanlah perjuangan melawan laki-laki dengan tujuan kalah-menang dan demikian halnya laki-laki harus belajar bahwa perlawanan terhadap budaya patriarkhi bukan hanya pembebasan untuk perempuan, melainkan juga pembebasan untuk laki-laki.

8 SERI FIKSI MINI

Fiksi mini ini dibuat setelah mendengar dan melihat kisah beberapa orang kawan. Tujuan utama dibuat fiksi mini ini adalah untuk menuangkan kisah kawan-kawan ke dalam sebuah fiksi mini. Kalau kawan-kawan merasa terganggu, berarti fiksi mini ini berhasil menjalankan fungsi utamanya dengan baik.


#SAHABAT LAMA
Setelah habis kata-kata ini keluar dari mulutku, kau hanya tertawa. Dan aku pun ikut tertawa. Padahal aku serius melamarnya.


#HARAPAN
Pandangan matanya selalu merabai jendela hitam di rumah itu. Jadi harap pahami bila saban hari setiap kali pulang pergi kuliah ia memerlukan waktu "putar rute" untuk sekedar singgah melewati rumah itu. Dibalik jendela itu ia menaruh harapan. Sebagai sahabat kunasihati ia, "Kenapa tak kau ketuk saja jendela itu?". "Aku tak mau harapanku runtuh" jawabnya.  Begitulah setiap hari ia berharap. Berharap dapat melihat lagi senyum manis yang ia lihat bertahun-tahun lalu. Hingga suatu hari jendela itu runtuh, bersama dinding rumah. Runtuh pula harapannya. Dan setelah itu ia memohon padaku,"pinjami aku garpu, akan kucongkel mataku. Aku tak mau berharap lagi".


#MISKIN
Aku berjanji akan meminangmu dengan cara yang tak sanggup dilakukan oleh orang-orang kaya di negeri ini. Kupinang kau dengan mas kawin miskin seumur hidup.


#PAGI
Aku akhirnya tahu mengapa engkau selalu suka pagi. Tentu saja itu karena aku baru saja selesai mandi. Pantas saja kau putuskan aku sepagi ini.


#KELU
Meski gemetar dan terbata-bata, seharusnya ia cukup bilang, "aku cinta kamu dik, maukah kau menjadi pacarku?". Dan walaupun agak menunggu dia juga menjawab, "Hmm, bagaimana ya? aku juga suka kamu mas". Seharusnya mudah duduk perkaranya. Tapi bahasa tak kunjung juga berubah jadi kata-kata. Hingga akhirnya kalian tak pernah bertemu kembali.


#TERLAMBAT
Masih terngiang jelas di telingamu jawabnya kemarin lusa. "Baik, kutunggu kau di depan kelas itu pukul satu". Dan kini pukul satu kurang tujuh kau telah menunggu di depan kelas itu sembari mengingat kembali kata-kata indah yang kau susun malam tadi. Lalu di dalam kelas itu, kau lihat gadis jelita sedang tersipu malu kemudian melirik ke arahmu. Kemudian kata-kata indah itu mengalir begitu saja. Dan jawaban indah juga mengalir dari bibir tipisnya yang manis. Tapi saat itu mulutmu tak pernah bicara. Hanya telingamu yang terbuka dan matamu yang mengintai.


#SKRIPSI
Maaf dik, sedang sibuk mengurus skripsi. Sementara tak ada cinta.


#DOA
Mungkin cerita cinta kita inilah yang paling indah dibalik jurang perbedaan yang dalam dik. Saat kita menikmati indahnya senja, hingga matahari mengintip di ufuk langit yang perlahan mulai gelap, kau selalu mengingatkanku untuk singgah di masjid, dik. Begitu pula aku yang selalu setia mengantar dan menungguimu tiap minggu saat kau melantunkan doa di gereja tua pinggir kota, dik. Tak pernah kita merisaukannya. Hingga suatu malam setelah ayahmu berbicara denganku, air mataku tak sanggup kubendung lagi.


PJ, 28 Agustus 2011.



Selasa, 07 Desember 2010

PENYUSUTAN PERANAN PEMERINTAH


Akhir-akhir ini pemerintah Indonesia tengah gencar menghadapi protes keras dari segenap masyarakatnya. Para mahasiswa, buruh, kaum miskin, aktivis-aktivis perempuan dan yang lainnya, secara bergiliran menghujani pemerintah dengan protes keras, sebagai tanda ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan pemerintah. Pemerintah Indonesia berada pada posisi yang rawan.
            Indikasi di atas mengingatkan kita pada peristiwa kerusuhan Mei 1998, dimana masyarakat, terlebih-lebih mahasiswa, melakukan aksi demo terhadap pemerintah, meminta agar reformasi segera ditegakkan dan menggusur Soeharto dar kursi presiden Indonesia.
            Tampaknya pascakrisis Mei 1998, perekonomian Indonesia belum juga pulih sepenuhnya dari krisis tersebut. Masih banyak aspek-aspek yang belum dibenahi atau dengan kata lain tidak jauh berbeda dengan masa Orde Baru. Dalam bidang ekonomi, setidaknya ada dua hal yang masih belum dibenahi oleh pemerintah. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Kedua, pemerataan hasil pertumbuhan ekonomi, yang diwujudkan dalam bentuk ketersediaan barang yang terjangkau oleh kalangan manapun dan terciptanya lapangan kerja yang luas.
            Dua hal diatas belum kita rasakan pada masa pemerintahan SBY-BOEDIONO. Padahal dua hal diatas telah diterapkan pada zaman Orde Baru, bersamaan dengan stabilitas politik dan trilogi pembangunan.
            Situasi perekonomian saat ini tidak terlepas dari perubahan-perubahan akibat krisis multidimensi saat menjelang reformasi Mei 1998. Krisis tersebut telah mengubah peran pemerintah dan proporsi kekuatannya dengan sektor swasta, masyarakat sipil, dan dunia internasional.
            Pada era Orde Baru, pemerintah memiliki kekuatan yang tak tertandingi dibandingkan dengan kekuatan-kekuatan lain di dalam negeri. Bersamaan dengan itu, dunia internasional mendukung secara eksplisit, termasuk dalam pembiaran korupsi besar-besaran yang berasal dari pinjaman luar negeri.
            Bentuk politik ekonomi Indonesia selama 32 tahun era Orde Baru, ialah kapitalisme-otoritarian. Perusahaan-perusahaan besar sebagai motor penggerak perekonomian berkembang sebagai anak emas Soeharto dan kroni-kroninya. Sehingga usaha-usaha kecil dan menengah sulit untuk berkembang.
            Hasil yang didapat ialah kecenderungan dua hal. Pertama, kuat dan luasnya peran pemerintah dibandingkan pengaruh manapun. Satu hal yang positif, pemerintah punya kekuatan dan ruang untuk menentukan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan merencanakan pembangunan jangka panjang. Sehingga secara agak subyektif menentukan sendiri kebijakan-kebijaka untuk rakyatnya. Akan tetapi di sisi lain pemerintah menjadi kekuatan yang otoriter dan penuh dengan KKN.
            Akhirnya sampai pada krisis ekonomi 1998 yang dipicu krisis keuangan regional. Akibatnya, mau tak mau Indonesia harus berubah. Terjadi penyusutan peran pemerintah, yang disebabkan karena dua hal, Pertama, Krisis multidimensional yang terjadi karena kejenuhan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Orde Baru, dituntut untuk membuat suatu sistem yang tidak mengedepankan peranan pemerintah secara mutlak, tetapi lebih diserahkan pada rumah tangga daerah-daerah tersendiri, atau apa yang sering kita sebut sebagai Desentralisasi. Kedua, dilakukannya privatisasi dan liberalisasi terhadap sektor-sektor BUMN. Hal ini tiak lepas dari perintah IMF dalam perekomendasian kebijakan tersebut, yang hanya menguntungkan pihak asing dengan meminggirkan kepentingan rakyat pada umumnya.
            Pergeseran peranan ini diharapkan untuk dapat memperbaiki kesejahteraan. Semestinya, masyarakat mempunyai daya tawar yang lebih kuat dibandingkan pemerintah, sehingga menghasilkan pemerintahan yang bersih, serta kebijakan-kebijakan yang dibuat berpihak pada rakyat.
            Kenyataannya,  demokrasi yang terbentuk lebih kepada keseimbangan baru antarelite politik, seperti tercermin dalam pembagian komposisi kabinet pascareformasi yang lebih berdasarkan pada “kawan politik”, dibandingkan dengan prinsip the right man on the right place. Walaupujn demikian hal-hal positif juga ditemukan seperti kebebasan pers dan penjaminan HAM, dan yang lainnya.
            Akan tetapi, pada sistem ekonomi, sistem kapitalisme yang diterapkan menjadi tidak terkontrol dan sulit dikendalikan oleh pemerintah. Sekarang keadaan menjadi terbalik, pemerintah dikendalikan oleh sektor swasta hingga mencapai sektor-sektor vital seperi pendidikan dan kesehatan.
            Pemerintah sekarang terlihat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya serta membuat kebijakan yang berpihak pada mereka. Kita melihat pemerintah tak berdaya mengendalikan kenaikan harga BBM. Hal yang sama terjadi dalam pengendalian harga beras, telur, kedelai dan kebutuhan pokok lainnya.
            Saat ini yang seharusnya menjadi perhatian adalah nasib masyarakat pada umumnya. Elite politik, masyarakat sipil, dan sektor swasta harus mau duduk bersama dengan menjadikan kepentingan rakyat banyak sebagai perhatian utama. Kita tidak punya pilihan lain dan waktu yang banyak untuk menjalankannya.

Senin, 06 Desember 2010

TANTANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI MASA DEPAN


Kehidupan di era globalisasi seperti saat ini telah menjadikan dunia begitu cepat berubah. Berbagai penemuan di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan yang bertubi-tubi membuat laju dunia menjadi tak terbendung. Namun seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, kerusakan bumi pun mencapai tingkat yang mengejutkan. Situasi yang saling kontradiktif dan tidak tertebak ini membuat orang sulit untuk membayangkan kehidupan seperti apa yang akan dihadapi di masa mendatang. Ada bahaya besar yang akan mengancam generasi mendatang, yaitu antara lain: ancaman akan tersingkirkan jika tidak mampu bersaing dalam persaingan global, ancaman akan menjadi robot-robot pesanan dunia jika tidak mampu mengembangkan potensinya dalam kebebasannya, ancaman akan kehilangan dunia tempat tinggalnya jika tidak mampu mengelolanya dengan baik dan tepat sesuai dengan visi kemanusiaan.
Di dalam konteks kalangan universitas pun akan muncul berbagai persoalan dan tantangan yang harus dihadapi, antara lain: persaingan dalam rangka memperoleh mahasiswa seiring dengan meningkatnya kuantitas dan kualitas universitas-universitas di Indonesia. Tentu saja semangat yang dikedepankan dalam persaingan ini bukan dilekatkan pada universitas, melainkan pada mahasiswa sendiri. Universitas berkeyakinan bahwa mahasiswa berhak mendapatkan kualitas pendidikan yang terbaik. Persaingan dengan universitas-universitas lainnya dipandang sebagai dorongan untuk memotivasi setiap unsur di dalam universitas tersebut untuk memberikan yang terbaik. Dalam menghadapi persaingan global, universitas tidak lagi bersaing dengan ‘pesaing’ lokal, tetapi dengan pesaing dari negara bahkan belahan bumi yang lain. Isu mengenai perdagangan bebas dengan China yang marak dibicarakan beberapa waktu belakangan ini harus dianggap sebagai peringatan bahwa situasi ke depan dapat berkembang ke arah kebijakan perdagangan bebas yang jauh lebih menantang dan ‘mengancam’.
Pemahaman mengenai pentingnya prestasi akademis memang tidak perlu disingkirkan. Dalam persaingan global, kemampuan akademis menjadi salah satu bekal penting yang harus dimiliki oleh para lulusan. Namun melalui pendidikan karakter, pencapaian yang diharapkan adalah melampaui prestasi akademik. Dalam buku The Leader in Me, dengan mengutip buku “good to great” karya Jim Collins, Stephen Covey mencoba menggambarkan bahwa kemampuan dan keterampilan praktis memang penting namun dapat dipelajari.
Sedangkan dimensi karakter, etos kerja, kecerdasan dasar, dedikasi pada komitmen dan nilai merupakan suatu hal yang lebih mendalam. Covey bahkan mengutip pendapat seorang pebisnis yang mengatakan bahwa ”keterampilan adalah alasan untuk mewawancarai seseorang. Namun, alasan untuk merekrut orang adalah karakter mereka.” (Covey : 40) dengan program-program unggulan yang ditawarkan oleh tiap-tiap kompleks universitas, program-program tersebut tentu tidak perlu diganti menjadi program-program yang ‘bernuansa’ karakter. Artinya, ‘jenis’ program dan kegiatan yang dilakukan tetap sama. Hanya perbedaannya terletak pada penekanan yang diberikan.
Sejak tahun 1990-an, terminologi pendidikan karakter mulai ramai dibicarakan. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya melalui karya yang sangat memukau, The Retrun of Character Education. Sebuah buku yang menyadarkan dunia barat secara khusus di mana tempat Lickona hidup, dan dunia pendidikan secara umum, bahwa pendidikan karakter adalah sebuah keharusan. Inilah awal kebangkitan pendidikan karakter. Karakter sebagaimana didefinisikan oleh Ryan dan Bohlin, mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Dalam pendidikan karakter, kebaikan itu seringkali dirangkum dalam sederet sifat-sifat baik. Dengan demikian, pendidikan karakter adalah sebuah upaya untuk membimbing perilaku manusia menuju standar-standar baku. Upaya ini juga memberi jalan untuk menghargai persepsi dan nilai-nilai pribadi yang ditampilkan di sekolah. Fokus pendidikan karakter adalah pada tujuan-tujuan etika, tetapi prakteknya meliputi penguatan kecakapan-kecakapan yang penting yang mencakup perkembangan sosial peserta didik (Suprapto, 2007).
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seseorang akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan seseorang untuk menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis (Russell T. William & Ratna Megawangi, 2007).
Dalam kerangka Pendidikan Karakter, cita-cita dan masa depan mahasiswa menjadi penting dan mendesak untuk diberi tempat dalam proses pembelajaran yang dilakukan. Prestasi akademis memang patut diperjuangkan dan juga dibanggakan, namun dengan syarat bahwa prestasi akademik tersebut membawa dampak positif bagi kehidupan umat manusia. Ini ibarat penemuan pesawat penumpang tercanggih yang dapat mendarat di matahari. Pesawat tersebut hanya dapat ditempatkan di museum untuk ditonton dan dikagumi saja. Manfaatnya tidak ada, karena saat ini tidak ada orang yang berencana untuk pergi ke matahari. Perkembangan ilmu pengetahuan memang harus dimaksudkan untuk menolong kehidupan umat manusia. Penemuan apapun tidak akan ada manfaatnya jika tidak bertujuan untuk memajukan kehidupan umat manusia. Bahkan beberapa kasus yang terjadi beberapa waktu belakangan ini serta beberapa penelitan yang dilakukan memperlihatkan pemanfaatan teknologi dan ilmu pengetahuan yang justru mengarah pada penghancuran kehidupan manusia. Berbagai ancaman gerakan teroris, pemanfaatan nuklir sebagai senjata penghancur, pemakaian mesin-mesin dengan emisi tinggi, pemakaian freon secara berlebihan, limbah serta sampah anorganik yang tidak dapat didaur ulang. Kepincangan dalam dunia pendidikan kita membuat kemajuan teknologi dan pengetahuan segera diiringi oleh berkembang pesatnya krisis di berbagai bidang kehidupan. Ironisnya, manusia masih terus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa pernah mampu menjawab berbagai krisis tersebut. Manusia zaman ini sepertinya lupa bahwa beberapa dekade ke depan masih akan ada generasi berikutnya yang akan hidup di bumi yang sama. Ini berkaitan dengan visi dan misi untuk berbagi, tidak hanya berbagi dengan sesama pada zaman ini, tetapi juga berbagi dengan sesama pada zaman berikutnya.
Prestasi akademis, dengan demikian, akan diberikan acungan jempol tatkala orang lain dapat turut merasakan manfaat dari prestasi tersebut. Banyak hal yang dapat dikedepankan saat seseorang meraih prestasi akademis. Kisah perjuangannya tentu dapat menjadi suatu pembelajaran yang akan memotivasi orang lain.
Menurut Doni Koesoema, dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di universitas kiranya metodologi yang dipergunakan harus memiliki unsur-unsur antara lain: pengajaran nilai tertentu, keteladanan, pembangunan budaya yang kondusif, serta refleksi/evaluasi.
Namun kunci utamanya adalah penghargaan atas kebebasan serta keberagaman, dimana ruang interaksi tercipta sehingga proses pembelajaran tidak terjebak menjadi suatu indoktrinasi nilai. Dalam suasana keterbukaan tersebut, kesediaan untuk mengevaluasi diri serta mengembangkan diri harus dimiliki oleh setiap individu. Usaha sekecil apapun dalam kerangka proses itu pun harus dihargai. Dalam suasana seperti ini niscaya pendidikan karakter dapat berjalan menuju arah yang diharapkan bersama.
Semoga pendidikan karakter tidak berhenti hanya wacana.. Banyak yang dihasilkan perguruan tinggi, oleh sekolah-sekolah kejuruan, oleh balai-balai latihan kerja, tidak selalu sesuai dengan yang diminta pasar tenaga kerja. Lagi-lagi hanya soal pekerjaan, lalu di mana pendidikan karakter? Who knows?

MEMUDARNYA NASIONALISME BANGSA INDONESIA


Isu memudarnya nasionalisme yang dialami bangsa Indonesia menjadi masalah yang perlu diperhatikan karena isu ini menyangkut masalah yang urgen bagi ketahanan bangsa ini. Seperti yang telah diketahui, nasionalisme yang dimiliki oleh bangsa ini semakin memudar, jika dibandingkan dengan zaman dahulu, dimana negara ini masih dijajah oleh bangsa asing.
            Perbedaan kadar nasionalisme tersebut lebih disebabkan karena masalah atau standar yang dijadikan nasionalis atau tidaknya bangsa ini telah berbeda. Jika dahulu bangsa indonesia dikatakan memiliki nasionalisme yang tinggi dikarenakan kesediaannya membela bangsa dan negara dari penjajah dengan mengorbankan harta dan jiwa mereka. Akan tetapi, saat sekarang ini dimana bangsa kita sudah merdeka, maka bangsa Indonesia dikatakan berjiwa nasionalisme tinggi agaknya lebih disebabkan jika mereka memiliki suatu sikap untuk memerangi semua bentuk penyelewengan, ketidakadilan, dan semua tindakan yang merusak tata kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
            Memudarnya nasionalisme bangsa ini dapat disebabkan oleh beberapa hal. Akan tetapi, penyebab yang paling utama yaitu semakin terpengaruhnya warga negara ini ke dalam arus globalisasi. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia. (Edison A. Jamli: 2005)
Menurut pendapat Krsna (, sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain.
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain-lain akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme terhadap bangsa.
Salah satu paham yang dibawa globalisme yaitu liberalisme. Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama (Wikipedia). Dari paham liberalisme di atas timbul suatu sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya sikap tersebut, akan mengurangi atau bahkan menghambat seorang warga negara untuk peduli terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam globalisasi ekonomi, masuknya pengaruh produk-produk luar negeri seperti Mc Donald, Pepsi, Coca-cola, dan sebagainya, membuat produk dalam negeri terpinggirkan, sehingga rasa cinta produk dalam negeri menjadi berkurang. Selain itu, adanya globalisme ekonomi, yang tercermin dalam pasar persaingan bebas, membuat kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin menjadi semakin lebar. Hal tersebut dapat memicu konflik antara si kaya dan si miskin dan akhirnya juga mengganggu kehidupan bermasyarakat bangsa Indonesia.
Dalam hal budaya, masyarakat kita, khususnya anak muda yang rentan terhadap kebudayaan barat, akan terpengaruh gaya hidup mereka menjadi kebarat-baratan. Banyak dari mereka yang lupa diri sebagai bangsa Indonesia, karena mereka telah meniru bangsa kehidupan bangsa barat yang mereka anggap sebagai kiblat.
            Berdasarkan uraian di atas maka menurut penulis ada beberapa langkah yang dapat menumbuhkan nasionalisme dalam negara ini: pertama, perlu adanya perwujudan supremasi hukum, penerapan dan penegakkan hukum sadil-adilnya tanpa pandang bulu. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan dalam penegakan proses penegakkan hukum tersebut yang dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan pertentangan sehingga dapat mengancam persatuan dan kesatuan negara ini. Kedua, dengan menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila denga sebaik-baiknya. Hal ini tentu dapat membuat warga negara ini dapat mengerti bagaimana menjadi warga negara yang baik menurut dasar hukum kita, yaitu Pancasila. Ketiga, dengan menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, semisal semangat mencintai produk dalam negeri. Dengan mendidik hal-hal sederhana tersebut dapat memupuk secara perlahan-lahan jiwa nasionalisme dan patriotisme warga negara ini. Keempat, selektif terhadap pengaruh-pengaruh globalisasi di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya bangsa. Masyarakat hendaknya secermat mungkin menyaring semua pengaruh yang masuk, dengan tetap berpegang teguh terhadap nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia yang sesuai dengan Pancasila.
            Dengan adanya langkah-langkah tersebut maka diharapkan kita sedapat mungkin menghindari pengaruh-pengaruh yang dapat memudarkan nilai-nilai nasionalisme kita terhadap tanah air yang tercinta ini.
Daftar Pustaka:

    Rasjid Ryaas. 1998. Nasionalisme dan demokrasi Indonesia.Jakarta

    Yudohusodo, Siswono. 1995. Nasionalisme Indonesia dalam era globalisasi.
Yayasan Widya Patria: Jakarta.

Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang.(internet.public jurnal.september 2005)

MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI


Masyarakat madani atau civil society merupakan konsep yang memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Secara harfiah, civil society adalah terjemahan dari istilah Latin, civilis societas, yang mula-mula dipakai oleh Cicero (106-43 S.M), seorang pujangga Roma, yang pengertiannya mengacu kepada gejala budaya perorangan dan masyarakat. Menurutnya masyarakat sipil disebut sebagai sebuah masyarakat politik (political society) yang memiliki kode hukum sebagai dasar pengaturan hidup. Adanya hukum yang mengatur pergaulan antar individu menandai adanya suatu jenis masyarakat tersendiri.
Locke mendefinisikan masyarakat madani sebagai "masyarakat politik" (political society) Dengan istilah yang berbeda-beda, civil society mengalami evolusi pengertian yang berubah dari masa ke masa. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place outside of government and the market.”
Di zaman pencerahan dan modern, istilah civil society dibahas oleh para filsuf dan tokoh-tokoh ilmu-ilmu sosial seperti Locke, Hobbes, Ferguson, Rousseau, Hegel, Tocquiville, Gramsci, Hebermas, Dahrendorf, Gellner dan di Indonesia dibahas oleh Arief Budiman, Amien Rais, Fransz Magnis Suseso, Ryaas Rasyid, AS. Hikam, Mansour Fakih.
Ciri dari suatu masyarakat sipil menurut Daniel Sparringa, selain terdapatnya tata kehidupan politik yang terikat pada hukum, juga adanya kehidupan ekonomi yang didasarkan pada sistem uang sebagai alat tukar, terjadinya kegiatan tukar menukar atau perdagangan dalam suatu pasar bebas, demikian pula terjadinya perkembangan teknologi yang dipakai untuk mensejahterakan dan memuliakan hidup sebagai ciri dari suatu masyarakat yang telah beradab.
Mewujudkan masyarakat madani adalah membangun suatu masyarakat yang tidak hanya sekedar membangun adab dan tradisi masyarakat lokal, tetapi lebih dari itu adalah membangun masyarakat yang berbudaya agamis sesuai keyakinan individu, masyarakat berbudaya yang saling cinta dan kasih yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan .
Isu tentang masyarakat madani semakin marak akhir-akhir ini seiring dengan bergulirnya proses reformasi di Indonesia. Proses ini ditandai dengan munculnya tuntutan kaum reformis untuk mengganti Orde Baru yang berusaha mempertahankan tatanan masyarakat yang status quo menjadi tatanan masyarakat yang madani.
Untuk mewujudkan masyarakat madani tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Namun, memerlukan proses panjang dan waktu serta menuntut komitmen masing-masing warga negara ini untuk berubah secara total dan konsisten dalam suatu perjuangan yang gigih. Seperti yang kita ketahui, Indonesia adalah negara multietnik dan multikultur. Oleh karena itu adalah tidak mudah untuk menyatukan pandangan dan sikap mereka yang sesuai dengan cita-cita reformasi, yaitu mewujudkan suatu masyarakat madani.
Setelah sepuluh tahun pemerintahan Soeharto tumbang, yang berarti sudah sepuluh tahun agenda reformasi dicanangkan, tatanan negara ini ternyata masih berjalan di tempat. Krisis yang telah menjangkit seakan enggan menjauh.
Indonesia yang tak pernah bisa sepenuhnya bangkit dari hantaman krisis multidimensi di tahun 1997, terus-menerus harus berhadapan dengan krisis politik, keamanan, sosial, dan yang paling akut adalah krisis ekonomi. Sejak berakhirnya era Orde Baru, Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian pemerintahan, namun situasi tak kunjung membaik. Rupanya, reformasi yang dirancang kaum intelektual Indonesia tak cukup kuat untuk membangun sebuah good governance. Periode sepuluh tahun yang berlalu ternyata hanya sia-sia belaka.
Untuk itu, good governance hanya bisa tercipta melalui pemerintahan yang kuat dan terkonsolidasinya masyarakat madani (civil society) sebagai penyeimbang negara. Alhasil, persoalan mendesak yang dihadapi bangsa ini adalah penataan kembali sistem kelembagaan politik, publik, dan sosial kemasyarakatan. Penataan ini harus dibarengi pula dengan pemahaman dan penyatuan pandangan terhadap nilai-nilai religius, etika, dan moral dalam diri setiap warga negara.
Daftar Pustaka:  


    Soetrisno, Loekman.1998. Menuju masyarakat madani: strategi dan agenda reformasi. Pusat Penelitian Pembangunan Pedesaan & Kawasan UGM: Yogyakarta.

   Sparinga, Daniel. 2000. Menyelamatkan Masa Depan Indonesia. Kompas: Jakarta

Minggu, 05 Desember 2010

DARWINISME DALAM EKONOMI


           Hampir satu setengah abad yang lalu Charles Darwin menulis karyanya yang sangat kontroversial, On the Origin of Species by Means of Natural Selection (1859). Dalam karya tersebut Darwin menegaskan bahwa melalui hukum seleksi alam hanya spesies yang paling kuat  untuki bersaing demi kelangsungan hidupnyalah yang akan bertahan hidup. Darwin mungkin tidak akan pernah mengira bahwa hampir satu setengah tahun kemudian, tepatnya di awal abad XXI, muncul suatu pasar global dan suatu revoluksi ilmu pengetahuan dan teknologi akan menghasilkan suatu hukum yang tidak jauh berbeda dengan hukum seleksi alam, yang hanya memberikan kesempatan kepada manusia-manusia, perusahaan-perusahaan dan perekonomian suatu negara yang terkuat untuk dapat bertahan hidup. Dengan hukum yang demikian, mereka yang kurang kompetitif akan terpinggirkan dan akan menjadi spesies yang secara ekonomi tidak cukup kuat.
            Bagi Darwin, dualisme merupakan antitesis antara satu spesies, di satu sisi, dengan lingkungan, di sisi lain. Spesies terus berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan sebagai usaha untuk bertahan hidup. Menurut pemikiran ekonomi neoliberal sekarang, individu harus beradaptasi di dalam suatu lingkungan alamiah, yaitu pasar dunia, agar dapat bertahan hidup. Individu, perusahaan, maupun perekonomian negara yang gagal untuk beradaptasi akan dihukum sebagai suatu spesies yang secara ekonomi telah gagal berkembang.  Hal tersebut sesuai dengan keyakinan bahwa pasar bukanlah ciptaan manusia, melainkan suatu lingkungan alamiah, yang berada di luar kehendak kita, suatu invisible hand, ketiadaan penilaian moral, hukum seleksi alam, yang dapat menghilangkan suatu lapangan pekerjaan, menghancurkan suatu perusahaan, dan membuat perekonomian nasional tidak memiliki kemampuan untuk berkembang. Semua permasalahan akan diselesaikan oleh kekuatan pasar. Kekuatan-kekuatan inilah yang akan menyeleksi setiap orang, perusahaan, maupun perekonomian nasional yang efektif dan efisien, sebagaimana alam menyeleksi di antara spesies yang terkuat, dan menyingkirkan yang lemah.
            Konflik, bagi Darwin, adalah keadaan alam yang di dalamnya semua makhluk hidup berperan sebagai predator. Semua perusahaan dan perekonomian nasional harus juga berperan menjadi predator, berperang dalam kompetisi ekonomi yang paling buas. Hanya predator ekonomi yang paling buas yang dapat berkuasa secara global, dan melipatgandakan keuntungan mereka yang terus meningkat.
            Menurut Darwin, evolusi membuat spesies mengalami perubahan dari bentuknya yang paling primitif menjadi bentuk yang lebih kompleks melalui berbagai tahapan permutasian. Kemampuan untuk bermutasi membuat spesies dalam mencapai kemenangannya atas alam dan akan membuatnya bertahan hidup. Pemikiran ini jugalah yang telah ditransfer ke dalam perekonomian modern. Perusahaan-perusahaan dan perekonomian nasional harus berinovasi dan berkembang untuk dapat mengalahkan lawan-lawannya sebagai suatu entitas ekonomi yang efisien dan memiliki kemampuan berkembang. Perusahaan-perusahaan hanya dapat bereproduksi dan berevolusi melalui transformasi-transformasi teknologi yang juga diperlukan untuk berhasil di pasar global, menghasilkan perputaran keuntungan yang terus meningkat dan kemakmuran.
Perbedaan utama antara darwinisme modern yang berbasis teknologi dengan hukum alam yaitu bahwa hukum alam akan menyingkirkan spesies-spesies yang lemah dan kalah dalam bersaing dalam waktu ratusan hingga ribuan tahun, sedangkan proses seleksi alam masa kini, yang dikendalikan oleh pasar dan teknologi, dapat menyingkirkan yang lemah dalam sekejap. Ribuan orang pekerja dapat kehilangan pekerjaannya dalam hitungan bulan, menyingkirkan perusahaan-perusahaan yang gagal bersaing dalam hitungan tahun, dan menghabiskan paling tidak satu dekade untuk menghancurkan perekonomian negara-negara yang tidak lagi memiliki kemampuan untuk berkembang.