Selasa, 07 Desember 2010

PENYUSUTAN PERANAN PEMERINTAH


Akhir-akhir ini pemerintah Indonesia tengah gencar menghadapi protes keras dari segenap masyarakatnya. Para mahasiswa, buruh, kaum miskin, aktivis-aktivis perempuan dan yang lainnya, secara bergiliran menghujani pemerintah dengan protes keras, sebagai tanda ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan pemerintah. Pemerintah Indonesia berada pada posisi yang rawan.
            Indikasi di atas mengingatkan kita pada peristiwa kerusuhan Mei 1998, dimana masyarakat, terlebih-lebih mahasiswa, melakukan aksi demo terhadap pemerintah, meminta agar reformasi segera ditegakkan dan menggusur Soeharto dar kursi presiden Indonesia.
            Tampaknya pascakrisis Mei 1998, perekonomian Indonesia belum juga pulih sepenuhnya dari krisis tersebut. Masih banyak aspek-aspek yang belum dibenahi atau dengan kata lain tidak jauh berbeda dengan masa Orde Baru. Dalam bidang ekonomi, setidaknya ada dua hal yang masih belum dibenahi oleh pemerintah. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Kedua, pemerataan hasil pertumbuhan ekonomi, yang diwujudkan dalam bentuk ketersediaan barang yang terjangkau oleh kalangan manapun dan terciptanya lapangan kerja yang luas.
            Dua hal diatas belum kita rasakan pada masa pemerintahan SBY-BOEDIONO. Padahal dua hal diatas telah diterapkan pada zaman Orde Baru, bersamaan dengan stabilitas politik dan trilogi pembangunan.
            Situasi perekonomian saat ini tidak terlepas dari perubahan-perubahan akibat krisis multidimensi saat menjelang reformasi Mei 1998. Krisis tersebut telah mengubah peran pemerintah dan proporsi kekuatannya dengan sektor swasta, masyarakat sipil, dan dunia internasional.
            Pada era Orde Baru, pemerintah memiliki kekuatan yang tak tertandingi dibandingkan dengan kekuatan-kekuatan lain di dalam negeri. Bersamaan dengan itu, dunia internasional mendukung secara eksplisit, termasuk dalam pembiaran korupsi besar-besaran yang berasal dari pinjaman luar negeri.
            Bentuk politik ekonomi Indonesia selama 32 tahun era Orde Baru, ialah kapitalisme-otoritarian. Perusahaan-perusahaan besar sebagai motor penggerak perekonomian berkembang sebagai anak emas Soeharto dan kroni-kroninya. Sehingga usaha-usaha kecil dan menengah sulit untuk berkembang.
            Hasil yang didapat ialah kecenderungan dua hal. Pertama, kuat dan luasnya peran pemerintah dibandingkan pengaruh manapun. Satu hal yang positif, pemerintah punya kekuatan dan ruang untuk menentukan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan merencanakan pembangunan jangka panjang. Sehingga secara agak subyektif menentukan sendiri kebijakan-kebijaka untuk rakyatnya. Akan tetapi di sisi lain pemerintah menjadi kekuatan yang otoriter dan penuh dengan KKN.
            Akhirnya sampai pada krisis ekonomi 1998 yang dipicu krisis keuangan regional. Akibatnya, mau tak mau Indonesia harus berubah. Terjadi penyusutan peran pemerintah, yang disebabkan karena dua hal, Pertama, Krisis multidimensional yang terjadi karena kejenuhan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Orde Baru, dituntut untuk membuat suatu sistem yang tidak mengedepankan peranan pemerintah secara mutlak, tetapi lebih diserahkan pada rumah tangga daerah-daerah tersendiri, atau apa yang sering kita sebut sebagai Desentralisasi. Kedua, dilakukannya privatisasi dan liberalisasi terhadap sektor-sektor BUMN. Hal ini tiak lepas dari perintah IMF dalam perekomendasian kebijakan tersebut, yang hanya menguntungkan pihak asing dengan meminggirkan kepentingan rakyat pada umumnya.
            Pergeseran peranan ini diharapkan untuk dapat memperbaiki kesejahteraan. Semestinya, masyarakat mempunyai daya tawar yang lebih kuat dibandingkan pemerintah, sehingga menghasilkan pemerintahan yang bersih, serta kebijakan-kebijakan yang dibuat berpihak pada rakyat.
            Kenyataannya,  demokrasi yang terbentuk lebih kepada keseimbangan baru antarelite politik, seperti tercermin dalam pembagian komposisi kabinet pascareformasi yang lebih berdasarkan pada “kawan politik”, dibandingkan dengan prinsip the right man on the right place. Walaupujn demikian hal-hal positif juga ditemukan seperti kebebasan pers dan penjaminan HAM, dan yang lainnya.
            Akan tetapi, pada sistem ekonomi, sistem kapitalisme yang diterapkan menjadi tidak terkontrol dan sulit dikendalikan oleh pemerintah. Sekarang keadaan menjadi terbalik, pemerintah dikendalikan oleh sektor swasta hingga mencapai sektor-sektor vital seperi pendidikan dan kesehatan.
            Pemerintah sekarang terlihat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya serta membuat kebijakan yang berpihak pada mereka. Kita melihat pemerintah tak berdaya mengendalikan kenaikan harga BBM. Hal yang sama terjadi dalam pengendalian harga beras, telur, kedelai dan kebutuhan pokok lainnya.
            Saat ini yang seharusnya menjadi perhatian adalah nasib masyarakat pada umumnya. Elite politik, masyarakat sipil, dan sektor swasta harus mau duduk bersama dengan menjadikan kepentingan rakyat banyak sebagai perhatian utama. Kita tidak punya pilihan lain dan waktu yang banyak untuk menjalankannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar